27 February 2015

Gaya Pola Asuh Orangtua. (Parenting style)

Salam semangat berbagi,

Sering kita mendengar bahwa belum ada sekolahnya bagaimana untuk menjadi pengasuhan orangtua (parenting) yang baik dan benar. Ilmu belajar parenting hanya bersumber dari orangtua turun temurun, dengan orangtua sudah banyak makan asem garam terkadang orangtua kita sendirilah yang instan menjadi bahan percontohan. Tentu kurangnya persiapan mental, wawasan dan psikologis terkadang menjadi alasan utama percontohan instan itu terjadi tanpa menelaah dan mengkaji kembali bagaimana hasilnya kita dahulu dalam posisi sebagai anak? apakah yang kita rasakan? Seperti apa?. Tentunya semua percontohan instan itu tidak semuanya benar betul, perlu bekal ilmu pengetahuan, wawasan, kesiapan psikologis dan mental untuk menjadi orangtua yang baik.

Pada jenjang pendidikan formal, ada beberapa ahli yang meneliti dan mempelajari macam-macam gaya pola pengasuhan orangtua. Riset pertama kali dilakukan mengenai pola pengasuhan oleh Diana Baumrind pada tahun 1966 dan terus mengalami perkembangan riset hingga kini. Hasil riset Baumrind mengidentifikasikan bahwa ada tiga macam gaya pengasuhan orang tua, dan mendeskripsikan pola umum perilaku anak yang muncul dari gaya pengasuhan tersebut. Adapun teori Baumrind dalam Papalia (2008:395)  dijelaskan sebagai berikut:

·   Pola asuh otoritarian adalah gaya pengasuhan yang menekankan kontrol dan kepatuhan, yaitu:
1.  Memandang penting kontrol.
2.  Menuntut kepatuhan tanpa syarat.
3.  Membuat anak menyesuaikan diri dengan serangkaian standart perilaku.
4.  Menghukum secara membabi buta dengan keras atas pelanggaran yang dibuat.
5.  Orang tua bersikap berkuasa dan kurang hangat.
6. Anak pola pengasuhan ini cenderung menarik diri, sulit percaya kepada orang lain dan lebih tidak puas.
·   Pola asuh permisif adalah gaya pengasuhan yang menekankan ekspresi diri dan regulasi diri, yaitu:
1.  Menghargai ekspresi diri dan regulasi diri.
2. Membuat beberapa tuntutan, namun mengizinkan anak untuk memonitor aktivitasnya sendiri.
3.  Jika membuat peraturan maka akan ada penjelasan alasannya kepada anak-anak mereka.
4.  Berkonsultasi dengan anak mengenai keputusan kebijakan.
5.  Jarang menghukum.
6.  Orang tua bersikap hangat, tidak mengontrol, dan tidak menuntut.
7.  Anak pola pengasuhan ini cenderung menjadi tidak dewasa, sangat kurang kontrol diri dan kurang eksplorasi.
·     Pola asuh autoritatif adalah gaya pengasuhan yang memadukan penghargaan terhadap induvidualitas anak dengan upaya membentuk nilai sosial secara perlahan, yaitu:
1.   Menghargai induvidualitas anak.
2.   Menentukan batasan sosial.
3.  Memiliki keyakinan diri akan kemampuan membimbing anak, tetapi tetap menghormati independensi keputusan, ketertarikan, pendapat dan kepribadian anak.
4.    Mencintai dan menerima, tetapi menuntut perilaku yang baik.
5.    Kokoh dalam mempertahankan standar.
6.  Memiliki keinginan untuk menjatuhkan hukuman yang bijaksana dan terbatas ketika memang hal tersebut dibutuhkan.
7.     Orang tua bersikap hangat dan suportif
8.      Selalu menjelaskan logika di balik tindakan orang tua.
9.      Berdiskusi dengan anak.
10.  Anak merasa aman ketika mengetahui bahwa mereka dicintai dan dibimbing secara hangat.
11.  Anak dalam pengasuhan ini cenderung independen, terkontrol, asertif, eksploratoris dan berisi.

Tiga pola pengasuhan ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan pendidikan formal juga menerapkan dalam keseharian kegiatan belajar mengajarnya. Namun peran orang tua disini digantikan oleh guru atau orang tua disekolah lainya. Eleanor Maccoby dan John Martin dalam Papalia (2008:396) menambahkan satu jenis pola asuh lagi dengan pola asuh acuh atau penelantar (uninvolved).  Uninvolved mengandung undemanding dan unresponsive.  Dicirikan sebagai berikut:
1.     Orang tua yang bersikap mengabaikan
2.     Lebih mengutamakan kebutuhan dan keinginan orang tua daripada kebutuhan dan keinginan anak,
3.     Tidak adanya tuntutan, larangan ataupun komunikasi terbuka antara orang tua dan anak.
Dalam Prasetya (2003:31) diterangkan bahwa:

“Pola pengasuhan penelantar bukan berarti hanya menelantarkan anak secara fisik atau nutrisial tetapi juga berarti penelantaran anak dalam kaitan psikis. Bisa jadi secara fisik anak sama sekali tidak terlantar, nutrisial, papan, perangkat keras pemeliharaan anak sangat mencukupi, tetapi secara psikis anak terlantar atau merasa ditelantarkan. Orang tua atau pengasuh kurang atau bahkan sama sekali tidak mempedulikan perkembangan psikis anak. Anak dibiarkan berkembang sendiri. Pola pengasuhan ini umumnya diterapkan oleh orang tua yang sebenarnya menolak kehadiran anak dengan berbagai macam alasan. Terkadang tidak disadari atau tidak diakuinya secara jujur. Selanjutnya tidak terjadi perubahan sikap ketika anaknya lahir. Pada pola pengasuhan penelantar, orang tua lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anak.”

Pola pengasuhan penelantar ini lebih tepat untuk mendeskripsikan orang tua yang terkadang stres atau depresi. Bisa juga orang tua yang memiliki traumatik berbagai penyimpangan perilaku di masa anak-anak atau remajanya dulu. Menurut Hurlock, Schneiders, dan Loree yang dikutip oleh Syamsu Yusuf (2011:48-50) menyebutkan ada beberapa pola sikap atau perlakuan orang tua terhadap anaknya dapat mempengaruhi kepribadian anak tersebut. Pola asuh yang dimaksud adalah pola asuh yang terlalu melindungi, memperbolehkan, menerima, mendominasi, menyerahkan dan terlalu disiplin. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1.  Terlalu melindungi (Overprotective), perilaku orang tua seperti: kontak yang berlebihan dengan anak, perawatan/pemberian bantuan kepada anak terus menerus, meskipun anak sudah mampu merawat dirinya sendiri, mengawasi kegiatan anak secara berlebihan, memecahkan masalah anak.
2. Pembolehan (Permisisiveness), perilaku orang tua seperti: memberikan kebebasan kepada anak untuk berpikir atau berusaha, menerima gagasan atau pendapat, membuat anak merasa diterima atau kuat, toleran dan menerima kelebihan anak, cenderung lebih suka memberi yang diminta anak daripada menerima.
3.  Penolakan (Rejection), perilaku orang tua seperti: bersikap masa bodoh, bersikap kaku, kurang memperdulikan kesejahteraan anak, menampilkan sikap permusuhan atau dominasi anak.
4. Penerimaan (Acceptance), perilaku orang tua seperti: memberikan perhatian dan cinta kasih yang tulus kepada anak, mendorong anak untuk menyatakan perasaan atau pendapatnya, menempatkan anak dalam posisi yang penting di rumah, mengembangkan hubungan yang hangat dengan anak di rumah, bersikap respek terhadap anak, berkomunikasi dengan anak secara terbuka dan mau mendengarkan masalahnya.
5.  Dominasi (Domination), perilaku orang tua seperti: mendominasi anak.
6. Penyerah (Submission), perilaku orang tua seperti: senantiasa memberikan sesuatu yang diminta anak, membiarkan anak berperilaku semaunya di rumah.
7.Terlalu disiplin (Punitiveness/Overdicipline), perilaku orang tua seperti: mudah memberikan hukuman, menanamkan kedisiplinan yang keras.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam pengaplikasian penerapan transfer ilmu, kasih sayang, bimbingan, perhatian setiap orang tua memang memiliki pola pengasuhan yang berbeda. Bagi orang tua yang sudah mengetahui macam-macam gaya pola pengasuhan hendaknya lebih teliti dan memilah-milah kembali model pengasuhan yang tepat dan terbaik untuk masa depan anaknya kelak. Karena pola pengasuhan bisa bersifat baik dan efektif, tapi juga bisa sebaliknya. Maka orang tua hendaknya tidak hanya berpedoman pada satu tipe pola pengasuhan saja. Sebab ketika bertemu pada satu permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dengan tipe satu maka hendaknya menggunakan tipe yang lain, dengan begitu masalah akan terselesaikan dengan bijaksana.


Sumber :

Papalia.Old.Feldman (2008). Human Development. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Prasetya, G.Tembong (2003). Pola Pengasuhan Ideal. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo.
Yusuf, Syamsu (2011). Psikologi Perkembangan Dan Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya.