Salam semangat berbagi,
Sering kita mendengar
bahwa belum ada sekolahnya bagaimana untuk menjadi
pengasuhan orangtua (parenting) yang baik dan benar. Ilmu belajar
parenting hanya bersumber dari orangtua turun temurun, dengan
orangtua sudah banyak makan asem garam terkadang orangtua kita sendirilah
yang instan menjadi bahan percontohan. Tentu kurangnya persiapan mental,
wawasan dan psikologis terkadang menjadi alasan utama percontohan instan itu terjadi
tanpa menelaah dan mengkaji kembali bagaimana hasilnya kita dahulu dalam posisi
sebagai anak? apakah yang kita rasakan? Seperti apa?. Tentunya semua
percontohan instan itu tidak semuanya benar betul, perlu bekal ilmu
pengetahuan, wawasan, kesiapan psikologis dan mental untuk menjadi orangtua
yang baik.
Pada jenjang pendidikan
formal, ada beberapa ahli yang meneliti dan mempelajari macam-macam
gaya pola pengasuhan orangtua. Riset pertama kali dilakukan mengenai pola
pengasuhan oleh Diana Baumrind pada tahun 1966 dan terus mengalami perkembangan
riset hingga kini. Hasil riset Baumrind mengidentifikasikan bahwa ada tiga
macam gaya pengasuhan orang tua, dan mendeskripsikan pola umum perilaku anak
yang muncul dari gaya pengasuhan tersebut. Adapun teori Baumrind dalam Papalia
(2008:395) dijelaskan sebagai berikut:
· Pola asuh otoritarian adalah gaya pengasuhan
yang menekankan kontrol dan kepatuhan, yaitu:
1. Memandang penting kontrol.
2. Menuntut kepatuhan tanpa syarat.
3. Membuat anak menyesuaikan diri dengan
serangkaian standart perilaku.
4. Menghukum secara membabi buta dengan keras atas
pelanggaran yang dibuat.
5. Orang tua bersikap berkuasa dan kurang hangat.
6. Anak pola pengasuhan ini cenderung menarik diri,
sulit percaya kepada orang lain dan lebih tidak puas.
· Pola asuh permisif adalah gaya pengasuhan yang
menekankan ekspresi diri dan regulasi diri, yaitu:
1. Menghargai ekspresi diri dan regulasi diri.
2. Membuat beberapa tuntutan, namun mengizinkan
anak untuk memonitor aktivitasnya sendiri.
3. Jika membuat peraturan maka akan ada penjelasan
alasannya kepada anak-anak mereka.
4. Berkonsultasi dengan anak mengenai keputusan
kebijakan.
5. Jarang menghukum.
6. Orang tua bersikap hangat, tidak mengontrol, dan
tidak menuntut.
7. Anak pola pengasuhan ini cenderung menjadi tidak
dewasa, sangat kurang kontrol diri dan kurang eksplorasi.
· Pola asuh autoritatif adalah gaya pengasuhan
yang memadukan penghargaan terhadap induvidualitas anak dengan upaya membentuk
nilai sosial secara perlahan, yaitu:
1. Menghargai
induvidualitas anak.
2. Menentukan batasan
sosial.
3. Memiliki keyakinan diri akan kemampuan
membimbing anak, tetapi tetap menghormati independensi keputusan, ketertarikan,
pendapat dan kepribadian anak.
4. Mencintai dan menerima,
tetapi menuntut perilaku yang baik.
5. Kokoh dalam
mempertahankan standar.
6. Memiliki keinginan untuk
menjatuhkan hukuman yang bijaksana dan terbatas ketika memang hal tersebut
dibutuhkan.
7.
Orang tua bersikap
hangat dan suportif
8.
Selalu menjelaskan
logika di balik tindakan orang tua.
9.
Berdiskusi dengan anak.
10. Anak merasa aman ketika mengetahui bahwa mereka
dicintai dan dibimbing secara hangat.
11. Anak dalam pengasuhan ini cenderung independen,
terkontrol, asertif, eksploratoris dan berisi.
Tiga pola pengasuhan ini
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan pendidikan formal juga
menerapkan dalam keseharian kegiatan belajar mengajarnya. Namun peran orang tua
disini digantikan oleh guru atau orang tua disekolah lainya. Eleanor Maccoby dan John Martin dalam Papalia (2008:396)
menambahkan satu jenis pola asuh lagi dengan pola asuh acuh atau penelantar (uninvolved). Uninvolved mengandung undemanding dan unresponsive.
Dicirikan sebagai berikut:
1. Orang tua yang bersikap mengabaikan
2. Lebih mengutamakan kebutuhan dan keinginan orang
tua daripada kebutuhan dan keinginan anak,
3. Tidak adanya tuntutan, larangan ataupun
komunikasi terbuka antara orang tua dan anak.
Dalam Prasetya (2003:31)
diterangkan bahwa:
“Pola pengasuhan penelantar bukan berarti hanya menelantarkan anak
secara fisik atau nutrisial tetapi juga berarti penelantaran anak dalam kaitan
psikis. Bisa jadi secara fisik anak sama sekali tidak terlantar, nutrisial,
papan, perangkat keras pemeliharaan anak sangat mencukupi, tetapi secara psikis
anak terlantar atau merasa ditelantarkan. Orang tua atau pengasuh kurang atau
bahkan sama sekali tidak mempedulikan perkembangan psikis anak. Anak dibiarkan
berkembang sendiri. Pola pengasuhan ini umumnya diterapkan oleh orang tua yang
sebenarnya menolak kehadiran anak dengan berbagai macam alasan. Terkadang tidak
disadari atau tidak diakuinya secara jujur. Selanjutnya tidak terjadi perubahan
sikap ketika anaknya lahir. Pada pola pengasuhan penelantar, orang tua lebih
memprioritaskan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anak.”
Pola pengasuhan
penelantar ini lebih tepat untuk mendeskripsikan orang tua yang terkadang stres
atau depresi. Bisa juga orang tua yang memiliki traumatik berbagai penyimpangan
perilaku di masa anak-anak atau remajanya dulu. Menurut Hurlock,
Schneiders, dan Loree yang dikutip oleh Syamsu Yusuf (2011:48-50) menyebutkan
ada beberapa pola sikap atau perlakuan orang tua terhadap anaknya dapat
mempengaruhi kepribadian anak tersebut. Pola asuh yang dimaksud adalah pola
asuh yang terlalu melindungi, memperbolehkan, menerima, mendominasi,
menyerahkan dan terlalu disiplin. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Terlalu melindungi (Overprotective),
perilaku orang tua seperti: kontak yang berlebihan dengan anak,
perawatan/pemberian bantuan kepada anak terus menerus, meskipun anak sudah
mampu merawat dirinya sendiri, mengawasi kegiatan anak secara berlebihan,
memecahkan masalah anak.
2. Pembolehan (Permisisiveness), perilaku
orang tua seperti: memberikan kebebasan kepada anak untuk berpikir atau
berusaha, menerima gagasan atau pendapat, membuat anak merasa diterima atau
kuat, toleran dan menerima kelebihan anak, cenderung lebih suka memberi yang
diminta anak daripada menerima.
3. Penolakan (Rejection), perilaku orang tua
seperti: bersikap masa bodoh, bersikap kaku, kurang memperdulikan kesejahteraan
anak, menampilkan sikap permusuhan atau dominasi anak.
4. Penerimaan (Acceptance), perilaku orang
tua seperti: memberikan perhatian dan cinta kasih yang tulus kepada anak,
mendorong anak untuk menyatakan perasaan atau pendapatnya, menempatkan anak
dalam posisi yang penting di rumah, mengembangkan hubungan yang hangat dengan
anak di rumah, bersikap respek terhadap anak, berkomunikasi dengan anak secara
terbuka dan mau mendengarkan masalahnya.
5. Dominasi (Domination), perilaku orang tua
seperti: mendominasi anak.
6. Penyerah (Submission), perilaku orang tua
seperti: senantiasa memberikan sesuatu yang diminta anak, membiarkan anak
berperilaku semaunya di rumah.
7.Terlalu disiplin (Punitiveness/Overdicipline),
perilaku orang tua seperti: mudah memberikan hukuman, menanamkan kedisiplinan
yang keras.
Jadi dapat disimpulkan
bahwa dalam pengaplikasian penerapan transfer ilmu, kasih sayang, bimbingan,
perhatian setiap orang tua memang memiliki pola pengasuhan yang berbeda. Bagi
orang tua yang sudah mengetahui macam-macam gaya pola pengasuhan hendaknya
lebih teliti dan memilah-milah kembali model pengasuhan yang tepat dan terbaik
untuk masa depan anaknya kelak. Karena pola pengasuhan bisa bersifat baik dan
efektif, tapi juga bisa sebaliknya. Maka orang tua hendaknya tidak hanya berpedoman
pada satu tipe pola pengasuhan saja. Sebab ketika bertemu pada satu
permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dengan tipe satu maka hendaknya
menggunakan tipe yang lain, dengan begitu masalah akan terselesaikan dengan
bijaksana.
Sumber :
Papalia.Old.Feldman (2008). Human Development. Jakarta
: Kencana Prenada Media Group.
Prasetya, G.Tembong (2003). Pola Pengasuhan Ideal.
Jakarta : PT. Alex Media Komputindo.
Yusuf, Syamsu (2011). Psikologi Perkembangan Dan Remaja.
Bandung : Remaja Rosdakarya.